BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Setiap manusia yang berakal sehat
pasti memiliki pengetahuan, baik berupa fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur
tentang suatu objek. Pengetahuan dapat dimiliki berkat adanya pengalaman atau
melalui interaksi antar manusia dan lingkungannya.
Filsafat membahas segala sesuatu yang
ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan,
manusia dan alam semesta. Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat
sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa
menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis
besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori
pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau
teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan
pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna
pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam
memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya
sama-sama membahas tentang hakikat, hanya saja berangkat dari hal yang berbeda
dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas
tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat
membedakan dengan yang lain. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita
kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.
Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan kita akan
pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui dan memahami tentang Filsafat Ilmu Ontologi !
BAB
II
PEMBAHASAN
2.2. Definisi Ontologi
Ontologi dalam bahasa Inggris
“ontology”, Tokoh pertama yang membuat istilah ontologi adalah
Christian Wolff (1679-1714). Istilah itu berakar dari bahasa Yunani,
yang terdiri dari dua kata, yaitu ontos berarti “yang berada
atau keberadaan”, dan logos berarti ilmu pengetahuan atau
ajaran atau juga pemikran (Lorens Bagus:2000). Maka ontologi dapat
diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada pada ilmu.
Menyoal tentang wujud hakiki objek ilmu dan keilmuan (setiap bidang ilmu dalam
jurusan dan program studi) itu apa ?
Dan juga dapat diartikan
bahwa ontologi adalah pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya.
Sedangkan menurut Jujun S .Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam
Perspektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita
ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu
pengkajian mengenai teori tentang “ada”, Menurut Pandangan The Liang
Gie Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkap
makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan.
0bjek ilmu atau keilmuan itu empirik,
dunia yang dapat dijangkau dengan panca indra. Jadi objek ilmu adalah
pengalaman indrawi. Dengan kata lain ontology adalah ilmu yang mempelajari
hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada penalaran
logis. Bidang pembicaraan teori tentang ontologi (hakikat) ini luas
sekali, segala yang ada dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup
pengetahuan dan nilai. Nama lain untuk teori tentang hakikat ialah teori
tentang keadaan (Langeveld).
Apa itu hakikat ? hakikat ialah
realitas; realitas adalah ke-real-an; real artinya kenyataan yang sebenarnya.
Jadi, hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu,
bukan keadaan sementara atau menipu, bukan keadaan yang berubah.
Dari teori hakikat (ontologi) ini
kemudian munculah beberapa aliran dalam filsafat, antara lain: Filsafat
Materialisme, Filsafat Idealisme, Filsafat Monoisme, Filsafat Dualisme,
Filsafat Skeptisisme, dan Filsafat Agnostisisme.
Argumen
ontologis ini pertama kali dilontarkan oleh Plato (428-348 SM) dengan teori
ideanya. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah definisi atau konsep universal
dari setiap sesuatu. Plato mencontohkan pada seekor kuda, bahwa kuda mempunyai
idea atau konsep universal yang berlaku untuk tiap-tiap kuda yang ada di alam
nyata ini, baik itu kuda yang berwarna hitam, putih ataupun belang, baik yang
hidup ataupun yang sudah mati. Idea itu adalah paham, gambaran atau konsep
universal yang berlaku untuk seluruh kuda yabg berada di Benua manapun di Dunia
ini.
Demikan pula manusia juga punya idea.
Idea manusia menurut Plato adalah “badan hidup” yang kita kenal dan dapat
berfikir, dengan kata lain, idea manusia adalah “binatang yang berfikir”.
Konsep binatang ini bersifat universal, berlaku untuk semua manusia baik itu
besar atau kecil, tua atau muda, lelaki-perempuan, manusia Eropa, India, Asia,
China, dan sebagainya. Tiap-tiap sesuatu di alam ini mempunyai idea. Idea
inilah yang merupakan hakikat sesuatu dan menjadi dasar wujud sesuatu itu.
Idea-idea itu berada di balik yang nyata dan idea itulah yang abadi.
Benda-benda yang kita lihat atau yang
dapat ditangkap oleh panca-indra senantiasa berubah. Karena itu, ia “bukanlah
hakikat”, tetapi hanya “bayangan”, “kopi” atau “gambaran” dari idea-idea-nya.
Dengan kata lain, benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca-indra ini
hanyalah khayal dan ilusi belaka.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari
apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda dimana entitas (wujud)
dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisik, hal
universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional. ontologi
dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan
dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai
apa yang ada.
Para ahli memberikan pendapatnya
tentang realita itu sendiri, diantaranya Bramel. Ia mengatakan bahwa ontologi
ialah interpretasi tentang suatu realita dapat bervariasi, misalnya apakah
bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat mengenai
bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahanya pastilah meja itu substansi dengan
kualitas materi, inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja itu
suatu realita yang kongkrit. Plato mengatakan jika berada di dua dunia yang
kita lihat dan kita hayati dengan kelima panca indra kita nampaknya cukup nyata
atau real.
Dengan demikian, metafisika umum atau
ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau
paling Dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih
dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.
Kosmologi adalah cabang filsafat yang
secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang
filsafat yang secara khusus membicarakn tentang jiwa manusia. Teologi adalah
cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan.
2.2. Objek Ontologi
1. Objek Materi
Secara antologis, artinya metafisis
umum, objek materi yang dipelajari dalam plural ilmu pengetahuan, bersifat
monistik pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh objek materi pluralitas ilmu
pengetahuan, seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan zat kebendaan
berada pada tingkat abstrak tertinggi, yaitu dalam kesatuan dan kesamaannya
sebagai makhluk. Kenyataan itu mendasari dan menentukan kesatuan pluralitas
ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, prulalitas ilmu pengetahuan berhakikat
satu, yaitu dalam kesatuan objek materinya.
Kesatuan ilmu pengetahuan tersebut
menjadi semakin jelas jika ditinjau dari sumber asal seluruh perbedaan objek
materi itu. Semua makhluk, sebagai objek materi pluralitas ilmu
pengetahuan, secara sistematis berhubungan dengan proses kausalistik.
Keberadaan manusia
didahului dengan keberadaan binatang; keberadaan binatang didahului
keberadaan tumbuh-tumbuhan; dan keberadaan tumbuh-tumbuhan didahului oleh zat
kebendaan. Secara sistematis, masing-masing berada dalam sistem saling
bergantung ( interdependence ), dan zat kebendaan terkecil (
atom ) secara eksistensial berfungsi sebagai sumber ketergantungan
makhluk-makhluk lain sesudahnya. Tetapi secara substansial, keberadaan atom
sebagai zat kebendaan terkecil itu bukanlah dalam tingkat kesempurnaan (berdiri
sendiri), melainkan berada pada tingkat aksidental, artinya berada dengan cara
ditentukan.
Keberadaan
zat kebendaan demikian ditentukan oleh penyebab terdahulu, sekaligus sebagai
penyebab pertama dan terakhir, yang disebut ‘causa prima’. Oleh
karena itu, pada tingkat substansi tertinggi, seluruh pluralitas ilmu
pengetahuan, sebagai akibat prulalitas objeknya, berada dalam satu kesatuan di
dalam diri causa prima-nya.
2. Obek Forma
Objek ontologi adalah yang ada, yaitu
ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada
mutlak, termasuk metafisika dan ada sesudah kematian maupun segala sumber yang
ada yaitu tuhan yang maha esa. Objek forma ontologi adalah hakikat seluruh
realitas. Bagi pendekatan realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, akan
menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme,
idealisme, naturalisme.
Menurut Lorens Bagus, metode dalam
ontologi dibagi menjadi tiga tingkatan abstraksi yaitu : abstraksi fisik,
abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik. Abstraksi fisik mendeskripsikan
keseluruhan sifat khas suatu objek, sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan
sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metafisik
mendeskripsikan tentang prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realita.
Untuk ontologi ini metode yang sering digunakan adalah abstraksi metafisik
karena dalam ontologi menerangkan teori-teori tentang realitas.
Menurut Lorens Bagus, metode
pembuktian dibagi menjadi dua yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a
posteriori. Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah
berada lebih dahulu dari predikat dan kesimpulan term tengah menjadi sebab dari
kebenaran kesimpulan, sedangkan pembuktian a posteriori disusun dengan term
tengah ada sesudah realitas kesimpulan, dan term tengah menunjukkan akibat
realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktiannya disusun
dengan tata silogistik, dimana term tengah dihubungkan dengan subjek sehingga
term tengah menjadi akibat dari realitas kesimpulan.
Objek forma ini sering dipahami
sebagai sudut atau titik pandang, yang selanjutnya menenentukan ruang lingkup.
Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang
menjadi prular, berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara satu dengan
yang lain.
Dibandingkan
dengan pengetahuan pada umumnya atau filsafat. Ilmu pengetahuan pada umumnya
atau filsafat, ilmu pengetahuan mempersoalkan kebenaran secara khusus, konkret
dan objektif, yang selanjutnya desebut kebenaran objektif, yang selanjutnya
disebut kebenaran objektif. Kebenaran demikian tingkat kepastiannya lebih kuat,
karena didukung oleh fakta-fakta konkret dan empirik objektif. Dalam hubunganya
dengan perilaku, kebernaran objektif memberikan landasan stabil dan
es tabil sehingga suatu perilaku dapat diukur nilai kebenarannya, dan
bisa dipakai sebagai pedoman bagi semua pihak. Sedangkan objektifitas suatu objek
materi, apapun jenisnya, bukan terletak pada keseluruhan tetapi pada
bagian-bagian kecil dari objek itu. Mengingat di dalam diri objek materi
terdapat bagian-bagian yang prular, dan mengingat keterbatasan subjek, maka
dalam kegiatan ilmiah, subjek prular memilah-milah objek studi ke dalam
bagian-bagian, dan kemudian memilih salah satu bagian sebagai lapangan studi.
Lapangan studi inilah yang dimaksud dengan objek forma.
2.3. Aliran-aliran
Di dalam pemahaman ontologi dapat
diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut:
1. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber
yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut
dengan naturalism. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan
satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh itu
hanyalah merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu
cara tertentu.
Kalau dikatakan bahwa materialisme
sering disebut naturalism, sebenarnya ada sedikit perbedaan diantara dua paham
itu. Namun begitu, materlialisme dapat dianggap seatu penampakan diri dari
naturalism. Naturlisme berpendapat bahwa alam saja yang ada, yang lainnya
diluar alam tidak ada. Yang dimaksud alam disini ialah segala-galanya, meliputi
benda dan ruh. Jadi bnda dan ruh sama nilainya dianggap sebagai alam yang satu.
Sebaliknya, materlialisme menganggap ruh adalah kejadian dari benda. Jadi tidak
sama nilai benda dan ruh seperti dalam naturalisme.
Dalam
perkembangannya, sebagai aliran yg paling tua, paham ini timbum dan tenggelam
seiring roda kehidupan manusia yang selalu diwarnai dengan filsafat dan agama.
Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang
merupakan hakikat adalah:
·
Pada pikiran yang masih sederhana, apa
yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan kebenaran terakhir.
Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
·
Penemuan-penemuan menunjukkan betapa
bergantungnya jiwa pada badan. Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa
jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa ini
·
Dalam sejarahnya manusia memang
bergantung pada benda seperti padi. Dewi Sri dan Tuhan muncul disitu.
Kesemuanya ini memperkat dugaan bahwa yang memperkuat hakikat adalah benda.
2. Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah
aliran idealism yang dinamakan juga spiritualisme. Idealisme berarti serba
cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Idealism diambil dari kata “Idea”,
yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat
kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis
dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menepati ruang. Materi atau
zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelasan ruhani.
Alasan aliran ini yang menyatakan
bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya adalah :
·
Nilai ruh lebih tinggi dari pada badan,
lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Ruh ini dianggap
sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya, bayangan
atau penjelmaan saja.
·
Manusia lebih dapat memahami dirinya
daripada dunia diluar dirinya.
·
Materi ialah kumpulan energy yang
menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.
Materi bagi penganut
idealisme sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini termasuk kenyataan
manusia adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai kenyataan manusia adalah ruh.
Ruh itu tidak hanya menguasai manusia perorangan, tetapi juga kebudayaan. Jadi
kebudayaan adalah perwujudan dari alam cita-cita itu adalah ruhani. Karenanya
aliran ini dapat disebut idealismedan dapat disebut spiritualisme.
Aristoteles (284-322 SM) memberikan
sifat keruhanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide itu sebagai
sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan
pengaruhnya dari benda itu.
3. Dualisme
Setelah kita memahami bahwa hakikat
itu satu (monisme) baik materi ataupun ruhani, ada juga pandangan yang
mengatakan bahwa hakikat itu ada dua aliran ini disebut dualisme. Aliran ini
berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya,
yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda. Sama-sama
hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri,
sama-sama azali dan abadi. Ubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam ala
mini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini
ialah dalam diri manusia.
Umumnya manusia tidak akam mengalami
kesulitan untuk menerima prinsip dualisme ini, kerana setiap kenyataan
lahir dapat segera ditangkap oleh pancaindera kita, sedang kenyataan batin
dapat segera diakui adanya oleh akal dan perasaan hidup.
4. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap
macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari
keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.
Pluralisme ddalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan
sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari
banyak unsure, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa
Yunani Kuno adalah substansi yang ada itu terbentuk dari 4 unsur, yaitu tanah,
air, api, dan udara.
Tokoh
modern aliran ini William James (1842-1910 M). kelahiran New York dan terkenal
sebagai seorang psiolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning
of Truth james mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku
umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
Sebab sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar
dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam praktiknya
apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh
karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran,
yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali
dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari banyak kawasan
yang berdiri sendiri.
5. Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin
yang berate nothing atau tidak ada. Sebuah dokrin yang tidak
mengakui validitas alternative yang positif.
Dokrin tentang
nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada
pandangan Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas.
Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada.
Bukankah Zeno juga perna sampai pada kesimpulan bahwa hasil pemikiran itu
selalu tiba pada paradox. Kita harus menyatakan bahwa realitas itu tunggal dan
banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta. Karena kontradiksi
tidak dapat diterima, maka pemikiran lebih baik tid menyatakan apa-apa tentag
realitas.
Kedua, bila sesuatu itu ada, ia dapat
diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya,
penginderaan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu menyakinkan kita tentang
alam semesta ini karena kita telah dikukung oleh dilemma subjektif. Kita
berfikir dengan kemauan, ide kita, yang kita terapkan pada fenomena. Ketiga,
sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan
kepada orang lain.
6. Agnotisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan
manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi ataupun hakikat
ruhani. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan
mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan
dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu
kenyataan mutlak yang bersifat trancedent.
Agnostisisme adalah paham
pengingkaran atau penyangkalan manusia mengetahui hakikat benda baik materi
ataupun ruhani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa
manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat. Namun tampaknya agnotisisme
lebih baik dari itu karena menyarah sama sekali.
BAB
III
KESIMPULAN
3.1.
Kesimpulan
Menurut bahasa, ontologi ialah
berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan logos = ilmu. Jadi,
ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, Ontologi adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate
reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip
paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
Objek ontologi terbagi menjadi
dua, pertama, objek materi, Kesatuan ilmu pengetahuan tersebut
menjadi semakin jelas jika ditinjau dari sumber asal seluruh perbedaan objek
materi itu. Semua makhluk, sebagai objek materi pluralitas ilmu
pengetahuan, secara sistematis berhubungan dengan proses kausalistik.
Kedua, objek forma,
Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik pandang, yang
selanjutnya menenentukan ruang lingkup. Berdasarkan ruang lingkup studi inilah
selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi prular, berbeda-beda dan
cenderung saling terpisah antara satu dengan yang lain.
Aliran-aliran yang ada
pada ontologi yaitu materialisme, idealisme,dualisme,
pluralisme, nihilisme, agnotisisme.
DAFTAR
PUTAKA
Adib,
Mohammad. 2015. Filsafat Ilmu; Ontologi, Enpistemologi,
Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Anwar,
Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al-Ghazali; Dimensi Ontologi, dan
Aksiologi, Bandung: Pustaka
Setia.
Hamersa,
Harry. 2012. Pintu masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta:
Kanius.
Mustansyir,
Rizal, dkk. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tafsir,
Ahmad. 2009. Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai
Capra. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Hidayat,
Anwar, Ruang Lingkup Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi Dan
Aksiologi, (7 Januari 2014), https://plus.google.com/111276199-303520579310,
diakses pada tanggal 10 April 2016.
Noor,
J. (2013) Metodelogi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
No comments:
Post a Comment